Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 12 Januari 2013

Fatwa Ulama Tentang Kesesatan Jama’ah Tabligh

Fatwa Ulama Tentang Kesesatan Jama’ah Tabligh

1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah
“Dari Muhammad bin Ibrahim kepada yang terhormat raja Khalid bin Su’ud.
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. Wa ba’du:
Saya telah menerima surat Anda dengan no. 37/4/5/D di 21/1/82H. Yang berkaitan tentang permohonan untuk bekerja sama dengan kelompok yang menamakan dirinya dengan “Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al Islamiyyah.”
Maka saya katakan: Bahwa jama’ah ini tidak ada kebaikan padanya dan jama’ah ini adalah jama’ah yang sesat. Dan setelah membaca buku-buku yang dikirimkan, kami dapati di dalamnya berisi kesesatan dan bid’ah serta ajakan untuk beribadah kepada kubur dan kesyirikan. Perkara ini tidak boleh didiamkan. Oleh karena itu kami akan membantah kesesatan yang ada di dalamnya. Semoga Allah menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya. Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. 29/1/82H.” (Al Qaulul Baligh hal. 29 dengan diringkas)
2. Syaikh Hummud At Tuwaijiri rahimahullah
“Adapun ucapan penanya: Apakah aku menasehatinya untuk ikut khuruj dengan orang-orang tabligh di dalam negeri ini (Saudi) atau di luar?
Maka saya jawab: Saya menasehati penanya dan yang lainnya yang ingin agamanya selamat dari noda-noda kesyirikan, ghuluw, bid’ah dan khurafat agar jangan bergabung dengan orang-orang Tabligh dan ikut khuruj bersama mereka. Apakah itu di Saudi atau di luar Saudi. Karena hukum yang paling ringan terhadap orang tabligh adalah: Mereka ahlul bid’ah, sesat dan bodoh dalam agama mereka serta pengamalannya. Maka orang-orang yang seperti ini keadaannya, tidak diragukan lagi bahwa menjauhi mereka adalah sikap yang selamat.
Sungguh sangat indah apa yang dikatakan seorang penyair:
Janganlah engkau berteman dengan teman yang bodoh.
Hati-hatilah engkau darinya.
Betapa banyak orang bodoh yang merusak seorang yang baik ketika berteman dengannya.”
(Al Qaulul Baligh, syaikh Hummud At Tuwaijiri hal. 30)
3. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani hafidhahullah
Pertanyaan:
Di sini ada pertanyaan: Apa pendapat Anda tentang Jama’ah (firqah) Tabligh dan apakah ukuran khuruj ada terdapat dalam sunnah?
Jawab:
Pertanyaan ini adalah pertanyaan penting. Dan aku memiliki jawaban yang ringkas, serta kalimat yang benar wajib untuk dikatakan. Yang saya yakini bahwa da’wah tabligh adalah: sufi gaya baru. Da’wah ini tidak berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khuruj yang mereka lakukan dan yang mereka batasi dengan tiga hari dan empat puluh hari, serta mereka berusaha menguatkannya dengan berbagai nash, sebenarnya tidak memiliki hubungan dengan nash secara mutlak. Sebenarnya cukup bagi kita untuk bersandar kepada salafus shalih. Penyandaran ini adalah penyandaran yang benar. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk tidak bersandar kepadanya. Bersandar kepada para salafus sholih, -wajib diketahui hakikat ini,- bukanlah seperti bersandar kepada seseorang yang dikatakan pemilik mazhab ini atau kepada seorang syaikh yang dikatakan bahwa dia pemilik tarikat ini atau kepada seseorang yang dikatakan bahwa dia pemilik jama’ah tertentu. Berintima’ (bergabung) kepada salaf adalah berintima’ kepada sesuatu yang ‘ishmah (terpelihara dari dosa). Dan berintima’ kepada selain mereka adalah berintima’ kepada yang tidak ‘ishmah. Firqah mereka itu –cukup bagi kita dengan berintima’ kepada salaf- bahwa mereka datang membawa sebuah tata tertib khuruj untuk tabligh (menyampaikan agama), menurut mereka. Itu tidak termasuk perbuatan salaf, bahkan bukan termasuk perbuatan khalaf, karena ini baru datang di masa kita dan tidak diketahui di masa yang panjang tadi. (Sejak zaman para salaf hingga para khalaf). Kemudian yang mengherankan, mereka mengatakan bahwa mereka khuruj (keluar) untuk bertabligh, padahal mereka mengakui sendiri bahwa mereka bukan orang yang pantas untuk memikul tugas tabligh (penyampaian agama) itu. Yang melakukan tabligh (penyampaian agama) adalah para ulama, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dengan mengutus utusan dari kalangan para sahabatnya yang terbaik yang tergolong ulama mereka dan fuqaha` mereka untuk mengajarkan Islam kepada manusia. Beliau mengirim Ali sendirian, Abu Musa sendirian, dan Mu’adz sendirian. Tidak pernah beliau mengirim para sahabatnya dalam jumlah yang besar, padahal mereka sahabat. Karena mereka tidak memiliki ilmu seperti beberapa sahabat tadi. Maka apa yang kita katakan terhadap orang yang ilmunya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sahabat yang tidak dikirim Nabi, apa lagi dibanding dengan para sahabat yang alim seperti yang kita katakan tadi?! Sedangkan mereka (Firqah Tabligh) keluar berdakwah dengan jumlah puluhan, kadang-kadang ratusan. Dan ada di antara mereka yang tidak berilmu, bahkan bukan penuntut ilmu. Mereka hanya memiliki beberapa ilmu yang dicomot dari sana sini. Adapun yang lainnya, hanya orang awam saja. Di antara hikmah orang dulu ada yang berbunyi: Sesuatu yang kosong tidak akan bisa memberi. Apa yang mereka sampaikan kepada manusia, padahal mereka mengaku (jama’ah) Tabligh?
Kita menasehati mereka di Suriah dan Amman agar duduk dan tinggal di negeri mereka dan duduk mempelajari agama, khususnya mempelajari aqidah tauhid, -yang iman seorang mukmin tidak sah walau bagaimanapun shalihnya dia, banyak shalat dan puasanya-, kecuali setelah memperbaiki aqidahnya.
Kita menasehati mereka agar tinggal di negeri mereka dan membuat halaqah ilmu di sana serta mempelajari ilmu yang bermanfaat dari para ulama sebagai ganti khurujnya mereka ke sana kemari, yang kadang-kadang mereka pergi ke negeri kufur dan sesat yang di sana banyak keharaman, yang tidak samar bagi kita semua yang itu akan memberi bekas kepada orang yang berkunjung ke sana, khususnya bagi orang yang baru sekali berangkat ke sana. Di sana mereka melihat banyak fitnah, sedangkan mereka tidak memiliki senjata untuk melidungi diri dalam bentuk ilmu untuk menegakkan hujjah kepada orang, mereka akan menghadapi, khususnya penduduk negeri itu yang mereka ahli menggunakan bahasanya, sedangkan mereka (para tabligh) tidak mengerti tentang bahasa mereka.
Dan termasuk syarat tabligh adalah hendaknya si penyampai agama mengetahui bahasa kaum itu, sebagaimana diisyaratkan oleh Rabb kita ‘Azza wa Jalla dalam Al Qur`an:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
“Tidaklah kami mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya agar dia menerangkan kepada mereka.” (Ibrahim: 4)
Maka bagaimana mereka bisa menyampaikan ilmu, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka tidak memiliki ilmu?! Dan bagaimana mereka akan menyampaikan ilmu, sedangkan mereka tidak mengerti bahasa kaum itu?! Ini sebagai jawaban untuk pertanyaan ini. (Dari kaset Al Qaulul Baligh fir Radd ‘ala Firqatit Tabligh)
4. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz hafidhahullah
Pertanyaan:
Semoga Allah merahmati Anda, ya syaikh. Kami mendengar tentang (firqah) tabligh dan dakwah yang mereka lakukan, apakah anda membolehkan saya untuk ikut serta dengan mereka? Saya mengharap bimbingan dan nasehat dari anda. Semoga Allah memberi pahala kepada anda.
Jawab:
Siapa yang mengajak kepada Allah adalah muballigh, (sebagaimana Nabi bersabda –pent) “Sampaikan dariku walau satu ayat.” Adapun jama’ah (firqah) tabligh yang terkenal dari India itu, di dalamnya terdapat khurafat-khurafat, bid’ah-bid’ah dan kesyirikan-kesyirikan. Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka. Kecuali kalau ada ulama yang ikut bersama mereka untuk mengajari mereka dan menyadarkan mereka, maka ini tidak mengapa. Tapi kalau untuk mendukung mereka, maka tidak boleh, karena mereka memiliki khurafat dan bid’ah. Dan orang alim yang keluar bersama mereka hendaknya menyadarkan dan mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. (Dari kaset Al Qaulul Baligh)
Tanya:
Para penuntut ilmu menanya kepada anda dan para ulama kibar (senior) lainnya tentang: Apakah anda menyetujui kalau mereka bergabung dengan kelompok yang ada seperti Ikhwan, Tabligh, kelompok Jihad dan yang lainnya atau anda menyuruh mereka untuk belajar bersama para da’i salaf yang mengajak kepada dakwah salafiyyah?
Jawab:
Kita nasehati mereka semuanya untuk belajar bersama para thalabul ilmi lainnya dan berjalan di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kita nasehati mereka semuanya agar tujuannya untuk mengikuti Al Kitab dan sunnah dan berjalan di atas jalan Ahlus sunnah wal Jama’ah. Dan hendaknya mereka menjadi ahlus sunnah atau para pengikut salafus shalih. Adapun berhizb dengan Ikhwanul Muslimin, Tablighi atau yang lainnya, maka tidak boleh. Ini keliru. Kita nasehati mereka agar menjadi satu jama’ah dan bernisbah kepada Ahlus sunnah wal jama’ah. Inilah jalan yang lurus untuk menyatukan langkah. Kalau ada berbagai nama sedangkan semuanya di atas satu jalan, dakwah salafiyyah, maka tidak mengapa, seperti yang ada di Shan’a dan yang lainnya, tapi yang penting tujuan dan jalan mereka satu. (Dari kaset Al Qaulul Baligh)
5. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Ghudayyan hafidhahullah (anggota Hai’ah Kibarul Ulama`)
Pertanyaan:
Kami berada di suatu kampung dan berdatangan kepada kami apa yang dinamakan dengan (firqah) Tabligh, apakah kami boleh ikut berjalan bersama mereka? Kami mohon penjelasannya.
Jawab:
Jangan kalian ikut berjalan bersama mereka!! Tapi berjalanlah dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!! (Dari kaset Al Qaulul Baligh)
 6. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafidhahullah
Pertanyaan:
Syaikh, di sana ada kelompok-kelompok bid’ah, seperti Ikhwan dan Tabligh serta yang lainnya. Apakah kelompok ini termasuk Ahlus Sunnah? Dan apa nasehat anda tentang masalah ini?
Jawab:
“Kelompok-kelompok ini… Telah diketahui bahwa yang selamat adalah yang seperti yang telah saya terangkan tadi, yaitu kalau sesuai dengan Rasulullah dan para sahabatnya, yang mana beliau berkata ketika ditanya tentang Al Firqatun Najiyah: Yang aku dan para sahabatku ada di atasnya. Firqah-firqah baru dan beraneka ragam ini, pertama kali: bid’ah. Karena lahirnya di abad 14. Sebelum abad 14 itu mereka tidak ada, masih di alam kematian. Dan dilahirkan di abad 14. Adapun manhaj yang lurus dan sirathal mustaqim, lahirnya atau asalnya adalah sejak diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka siapa yang mengikuti ini dialah yang selamat dan berhasil. Adapun yang meninggalkan berarti dia menyimpang. Firqah-firqah itu telah diketahui bahwa padanya ada kebenaran dan ada kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahannya besar sekali, maka sangat dikhawatirkan.
Hendaknya mereka diberi semangat untuk mengikuti jama’ah yakni Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan yang berada di atas jalan salaf ummat ini serta yang menta’wil menurut apa yang datang dari Rasulullah bukan dengan yang datang dari si fulan dan fulan, menurut tarikat-tarikat yang ada di abad 14 H. Maka kedua kelompok yang tadi disinggung adanya hanya di abad 14 H. Mereka berpegang dan berjalan di atas jalan-jalan dan manhaj-manhaj itu. Mereka tidak berpegang dengan dalil-dalil dari Al Kitab dan Sunnah, tapi dengan pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran dan manhaj-manhaj yang baru dan bid’ah yang mereka membangun jalan dan manhaj mereka di atasnya.
Dan yang paling jelas di kalangan mereka adalah: Wala` dan Bara`. Al Wala` wal Bara` di kalangan mereka adalah bagi yang masuk ke dalam kelompok mereka, misalnya Ikhwanul Muslimin, siapa yang masuk ke dalam kelompok mereka, maka dia menjadi teman mereka dan akan mereka cintai walaupun dia dari rafidlah, dan akhirnya dia menjadi saudara dan teman mereka.
Oleh karena ini mereka mengumpulkan siapa saja, termasuk orang rafidlah yang membenci sahabat dan tidak mengambil kebenaran dari sahabat. Kalau dia masuk ke dalam kelompok mereka, jadilah dia sebagai teman dan anggota mereka. Mereka membela apa yang dia bela dan membenci apa yang dia benci.
Adapun Tabligh, pada mereka terdapat perkara-perkara mungkar. Pertama: dia adalah manhaj yang bid’ah dan berasal dari Delhi (India –red) bukan dari Mekkah atau Madinah. Tapi dari Delhi di India. Yakni seperti telah diketahui bahwa di sana penuh dengan khurafat, bid’ah dan syirik walau di sana juga banyak Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seperti jama’ah ahlul hadits, yang mereka adalah sebaik-baik manusia di sana. Tetapi Tabligh ini keluar dari sana melalui buatan para pemimpin mereka yang ahli bid’ah dan tarekat sufi yang menyimpang dalam aqidah. Maka kelompok ini adalah kelompok bid’ah dan muhdats. Di antara mereka ada Sufi dan Asy’ari yang jelas-jelas bukan berada di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dalam aqidah dan manhaj. Dan yang selamat adalah orang yang mengikuti manhaj salaf dan yang berjalan di atas jalan mereka.” (Dari kaset Al Qaulul Baligh)
7. Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidhahullah
“Saya tidak pernah khuruj dengan mereka (Firqah tabligh), tapi saya pergi untuk suatu keperluan, yakni ke Kashmir. Setelah selesai dari pekerjaan ini aku melewati Delhi. Maka ada yang mengatakan kepadaku: Mari kita singgah ke suatu tempat untuk dikunjungi, yaitu ke markas Tabligh yaitu di Nizamuddin. Nizamuddin ini adalah masjid yang dekat dengan markas jama’ah tabligh. Di dalamnya ada lima kubur yang diberi kubah. Yakni kuburan yang disembah, bukan menyembah kepada Allah. Ini ibadah yang jelas syirik. Maka kami melewati ‘monumen’ ini. Kemudian kami singgah ke markas tabligh. Orang-orang berselisih apakah di dalamnya ada kuburan atau tidak.
Maku Abdurrab bertanya, ini orang yang saya ceritakan tadi, apakah di dalam masjid Tabligh ini ada kuburan? Yang cerdas di kalangan mereka berkata: Tidak, di sini tidak ada kuburan! Kuburan Ilyas di Mekkah atau di tempat ini atau itu yang jauh. Maka dia terus bertanya hingga ada seseorang yang menunjukkan atau mengabarkan bahwa di sana ada kuburan Ilyas dan di sebelahnya kuburan istrinya.
Kemudian al Akh Abdurrab pergi ke kedua kuburan itu dan mencari-carinya setelah ketemu, dia datang kepada kami sambil berkata: Mari, saya tunjukkan kepada kalian dua kuburannya. Maka kami melihat, ini kuburan Ilyas dan ini kuburan istrinya yang keduanya ada di dalam masjid.
Kemudian setelah itu kami pastikan bahwa di dalamnya ada empat kuburan, bukan dua kuburan saja. Kami memastikannya melalui orang-orang yang dipercaya yang telah berjalan bersama Tabligh bertahun-tahun.
Tidak akan berkumpul masjid dan kuburan (di satu tempat) dalam agama Islam. Akan tetapi, mereka ini karena kesufiannya, kebodohannya terhadap manhaj dakwah para nabi, jauh darinya dan meremehkannya, mereka menguburkan para gurunya di masjid, padahal para ulama telah mengatakan: bahwa shalat di dalam masjid yang ada kuburan atau beberapa kuburan, shalatnya tidak sah. Saya bertanya tentang hal ini kepada Syaikh Bin Bazz. Sebenarnya saya tahu tentang ini dan juga para Thalabul Ilmi bahwa shalat di dalam masjid yang ada satu kuburan atau beberapa kuburan, shalatnya tidak sah. Maka saya tanyakan kepada Syaikh Bin Bazz, agar hadirin mendengar jawabannya. Saya katakan: Apa pendapat anda, syaikh, tentang masjid yang ada kuburan di dalamnya, apakah sah shalat di dalamnya? Beliau menjawab: Tidak! Saya katakan: Di dalamnya ada banyak kuburan? Beliau mengatakan: Terlebih lagi demikian! Saya katakan: Kuburannya bukan di kiblat masjid, tapi di sebelah kiri dan kanannya? Beliau menjawab: Demikian juga, tetap tidak sah. Saya katakan kepada beliau bahwa masjid induk atau markas induk tabligh di dalamnya ada beberapa kuburan? Maka beliau menjawab: Tetap shalatnya tidak sah!
Sangat disayangkan sekali, kelompok ini bergerak di dunia, tetapi beginilah keadaannya; tidak mengajak kepada tauhid, tidak membasmi syirik dan tidak membasmi jalan-jalan menuju kesyirikan. Mereka terus berjalan dengan melewati beberapa kurun dan generasi tetap dengan dakwah seperti ini. Tidak mau berbicara tentang tauhid, memerangi kesyirikan dan tidak membolehkan bagi para pengikutnya untuk melaksanakan kewajiban ini. Ini adalah suatu hal yang telah diketahui di kalangan mereka.
Maka kita meminta kepada mereka agar kembali kepada Allah dan mempelajari manhaj dakwah para nabi, mereka juga jama’ah yang lainnya.
Mengapa demikian wahai saudara-saudara? Karena kalau ada yang berdakwah mengajak kepada shalat, orang akan berkata: Silahkan! Tidak ada yang melarang, mereka tidak akan khawatir. Akan tetapi coba kalau mengatakan: Berdo’a kepada selain Allah adalah perbuatan syirik! Membangun kuburan haram hukumnya! Menyembelih untuk selain Allah adalah syirik! Maka mereka akan marah.
Ada seorang pemuda yang berkhuthbah di suatu masjid tentang persatuan, akhlak, perekonomian, dekadensi moral, dan yang lainnya. Orang-orang semuanya, masya Allah, berkumpul dan mendengarkannya. Kita katakan kepadanya: Ya akhi… jazakallahu khairan, khuthbah anda sangat baik, tetapi orang-orang yang ada di hadapanmu ini tidak mengenal tentang tauhid, mereka terjatuh dalam kesyirikan dan bid’ah, maka terangkan kepada mereka tentang manhaj dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam! Maka ketika dia mulai berbicara, merekapun mulai bersungguh-sungguh. Ketika dia terus berbicara, merekapun semakin jengkel. Maka ketika yang ketiga kalinya ada sekelompok orang yang ada di masjid bangkit dan memukulinya! Maka dia datang kepadaku sambil menangis. Dia berkata: Aku habis bertengkar dengan mereka, mereka memukuliku! Maka aku katakan kepadanya: Sekarang engkau telah berjalan di atas manhaj dakwah para Nabi. Kalau engkau tetapi seperti dulu bertahun-tahun, engkau tidak akan berselisih dengan seorangpun. Dari sinilah kelompok yang ada ini bergerak, mereka memerangi bagian ini. Nabi bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاء ثُمَّ اْلأّمْثَل فَاْلأَمْثَل
“Seberat-berat manusia diberi cobaan adalah para Nabi, kemudian yang selanjutnya dan kemudian yang selanjutnya.”
Karena mereka menghadapi berbagai gangguan yang hanya Allah yang tahu tentang kerasnya gangguan itu ketika mereka berdakwah kepada tauhid dan membasmi kesyirikan. Dari sinilah para da’i yang mengajak kepada tauhid dan membasmi syirik malah disakiti. Kalau dakwah Ikhwan dan Tabligh disenangi manusia karena meremehkan sisi ini. Tapi kalau aku berkhuthbah di masjid seperti ini, sedikit sekali yang mau mendengarku dan menerima dakwahku, kecuali orang-orang yang dikehendaki Allah. Kalau aku berdakwah mengajak shalat, mereka akan berkata: silahkan. Tapi kalau aku berdakwah untuk bertauhid dan memerangi kesyirikan, semuanya akan lari dan merasa asing. Inilah dakwah para Nabi.
Inilah dasarnya mengapa mereka menjadi manusia yang paling banyak ganngguannya. Sekarang para salafiyyun, para da’i kepada tauhid keadaan mereka dikaburkan oleh manusia. Karena banyaknya fitnah, kebohongan-kebohongan dan tuduhan dusta yang ditujukan kepada mereka. Mengapa? Karena mereka mengajak untuk mentauhidkan Allah!
Kelompok ini tidak bisa masuk ke dalam lapangan ini, karena mereka takut kepada sisi ini. Tetapi mereka akan ditanya di hadapan Allah. Demi Allah, telah datang kepada kami seseorang atau segolongan Tabligh di Benares, di sebuah rumah yang saya tempati dengan syaikh Shalih Al Iraqi. Mereka berkata: Kami dengar kalian datang, kami sangat senang, maka kami datang mengunjungi kalian agar kalian ikut bersama kami berdakwah kepada Allah. Dan tempat kami adalah masjid ini. Maka kami juga gembira dan mendatangi masjid itu, ternyata masjid itu tempat tarikat Berelwian. Mereka adalah para penyembah berhala dan sangat keterlaluan dalam penyembahan itu.
Mereka meyakini bahwa para wali bisa mengetahui perkara yang ghaib dan mengatur alam. Mereka membolehkan untuk bernadzar, menyembelih, sujud dan ruku’ kepada kuburan. Singkat kata: mereka adalah golongan penyembah berhala. Maka Syaikh Shalih pergi dan bersama kami ada seorang penerjemah, namanya Abdul Alim, sekarang dia ada di Rabithah Al Alam Islami. Kami bawa orang ini untuk menerjemahkan ucapan syaikh. Maka syaikhpun berbicara. Setiap selesai berbicara beliau melihat kepada penerjemah agar diterjemahkan. Maka penerjemahpun akan bergerak, maka ternyata pemimpin tabligh melihat dan berkata: Tungguh, saya yang akan menerjemahkan. Maka syaikh terus berbicara, tapi tidak ada seorangpun yang menerjemahkan. Hingga ceramahnya selesai. Ketika selesai acara itu dia mengucap salam dan malah pergi. Maka kami tetapi di situ menunggu terjemah. Dia berkata: Saya ada keperluan, biar orang ini yang menerjemahkan. Maka kami shalat Isya’ sambil menunggu terjemahan ceramah itu, tapi tidak kunjung diterjemahkan. Maka saya temui lagi orang itu dan mengatakan: Ya akhi, kami datang ke tempat kalian ini bukan untuk main-main. Tapi kalian tadi meminta kepada kami untuk ikut serta bersama kalian berdakwah, maka kamipun datang menyambut ajakan kalian. Dan syaikh tadi telah berbicara. Ketika penerjemah akan menerjemah engkau malah melarangnya. Dan engkau menjanjikan akan menerjemahkannya, tapi engkau tidak lakukan sedikitpun. Maka dia berkata: Ya akhi, engkau tahu?! Masjid ini milik Khurafiyyin!! Kalau kita berbicara tentang tauhid, mereka akan mengusir kita dari masjid. Maka saya katakan: Ya akhi, apakah seperti ini dakwah para Nabi? Ya akhi, dakwah kalian sekarang menyebar di penjuru dunia. Kalian pergi ke Amerika, Iran dan Asia, kalian tidak dapati sedikitpun perlawanan selama-lamanya. Apakah seperti ini dakwah para Nabi? Semua manusia menerimanya dan menghormatinya? Dakwah para Nabi padanya ada pertempuran, darah, kesusahan-kesusahan dan lain-lain. Kalau engkau diusir dari suatu masjid, berdakwahlah di masjid lain atau di jalan-jalan atau di hotel-hotel. Katakan kalimat yang haq dan tinggalkan. Rasul saja diusir dari Mekkah karena sebab dakwah ini. Kemudian saya tanya sudah berapa lama dakwah ini berjalan? Dia berkata: Belum tiga puluh tahun. Saya katakan: Kalian telah menyebar di India, utara dan selatan. Dan engkau melihat fenomena kesyirikan di hadapanmu dan telah mati berjuta-juta orang. Sudah berapa juta orang yang mati selama itu dalam keadaan berada di atas kesesatan, kesyirikan dan bid’ah yang kalian sebarkan ini?! Dan engkau belum menerangkan hal itu kepada mereka! Apakah engkau tidak merasa kalau engkau akan ditanya di hadapan Allah karena engkau menyembunyikan kebenaran ini dan tidak menyampaikannya kepada para hamba Allah?! Diapun diam. Maka aku permisi dan keluar.
Mereka menyembunyikan kebenaran yang dinyatakan Al Qur`an. Dan mereka tidak menegakkan panji-panji tauhid dan tidak mau menyatakan peperangan kepada kesyirikan dan bid’ah. Mereka ini terkena ayat Allah:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ
“Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkan kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (Al Baqarah: 159).
Apa yang mereka dapati kalau mereka telah menyembunyikan kebenaran yang paling nyata?! Dan hal yang paling besar yang bukti-bukti itu berdiri di atasnya?! Bukti-bukti yang paling besar adalah ayat-ayat tauhid. Dakwah yang paling besar yang dilakukan para nabi dan Al Qur`an adalah tauhid. Dan yang paling jelek dan bahaya adalah syirik dan bid’ah. Al Qur`an dan Sunnah telah memeranginya. Kemudian mereka malah setuju dan bersama kesyirikan, bid’ah, dan para pendukungnya sampai mati. Berapa banyak orang yang mati di bawah panji ini dalam keadaan tidak tahu kebenaran tauhid selama itu?! Dan dalam keadaan tidak bisa membedakan antara tauhid dengan syirik?!
Kalau mereka tidak dihisab karena menyembunyikan ayat tauhid, maka siapa lagi yang dihisab?
Kita berharap kepada Allah agar menjadi orang yang menolong agama ini dan menasehati kaum muslimin. Dan agar Allah menjauhkan kita dari sifat menipu dalam agama, karena membiarkan bid’ah dan syirik adalah penipuan yang paling besar. Tidak ada penipuan yang bisa menyaingi penipuan ini. Kalau menipu manusia dalam perdagangan saja Rasulullah berlepas tangan, maka bagaimana lagi kalau menipu dalam agama? Bagaimana engkau bisa diam terhadap kesyirikan dan bid’ah?! Engkau merusak aqidah kaum muslimin dan masyarakat mereka. Kemudian engkau mengatakan: Kita semua kaum muslimin, bersaudara dan engkau tidak menerangkan mana yang haq dan mana yang batil?! Kita memohon kepada Allah agar Dia menjaga kita dari penyakit ini.” (Dari kaset Al Qaulul Baligh)
8. Syaikh Shalih bin Abdullah Al Abud hafidhahullah
Adapun tabligh… ketika Khilafah Utsmaniyyah runtuh bangkitlah firqah ini dengan pemikiran jama’ah ini, firqah tabligh. Dan mereka membuat dasar-dasar untuk para pengikutnya dengan nama “Ushulus Sittah” yang mereka dakwahkan manusia kepadanya. Dan di akhirnya mereka membai’at menurut empat macam tarekat sufi; Jistiyyah, Syahrawardiyyah, Naqsyabandiyah dan Matur… saya lupa yang keempat, yang jelas empat tarekat. Mereka dalam bidang aqidah adalah Maturidiyah atau Asy’ariyyah. Dan dalam pemahaman syahadat mereka, yaitu syahadat Laa Ilaaha Illallah dan Muhammad Rasulullah. Mereka tidak memahami maknanya kecuali bahwa: Tidak ada yang Kuasa untuk Mencipta dan Mengadakan serta Membuat kecuali Allah. Dan dalam memahami makna Muhammad Rasulullah, (mereka tidak memahaminya seperti yang kita fahami, yaitu membenarkan apa yang beliau sampaikan, mentaati apa yang beliau perintahkan, menjauhi apa yang beliau larang dan peringatkan dan Allah tidak diibadahi kecuali dengan apa yang beliau syariatkan). Pemahaman ini tidak ada di kalangan jama’ah tabligh, bahkan kadang-kadang mereka mengkultuskan individu-individu tertentu dan menyatakan mereka memiliki ‘Ishmah (tidak akan salah). Dan sampai-sampai bila para syaikhnya mati, mereka bangun di atas kuburannya bangunan-bangunan dalam masjid. Tabligh adalah firqah, tanpa perlu diragukan lagi. Karena menyelisihi firqatun Najiyah. Mereka memiliki manhaj khusus. Yang tidak ikut ke dalamnya tidak dianggap sebagai orang yang mendapat hidayah. Tabligh membagi manusia menjadi: Muhtadi (orang yang mendapat hidayah) dan manusia yang masih diharapkan mendapat hidayah (tim penggembira saja –pent). Golongan Muhtadi adalah yang telah masuk keseluruhan dalam tandhim (keorganisasian) dan firqah mereka. Dan yang non Muhtadi, tidak termasuk golongan mereka walaupun dia imam kaum muslimin. Ini dalam pemahaman mereka.
Ikhwanul Muslimin juga demikian, yang termasuk tandhim mereka adalah Ikhwanul Muslimin dan yang tidak masuk, maka bukan Ikhwanul Muslimin walaupun orang itu adalah alim dalam Islam. Cukup sikap ta’ashshub ini menjadi dalil bahwa mereka telah mengeluarkan diri-diri mereka sendiri dari jama’ah kaum muslimin. Karena jama’ah kaum muslimin tidak menganggap bahwa hidayah hanya sampai kepada mereka saja. Dan manhaj mereka adalah manhaj yang paling luas, karena mereka tidak mencap setiap orang yang tidak sefaham dengan mereka sebagai orang kafir. Tapi mereka masih mengakui bahwa mereka adalah kaum muslimin dan mengharapkan agar dia mendapat hidayah. Meskipun orang itu mengkafirkan mereka, mereka tetap tidak membalasnya dengan mengkafirkannya pula. Maka manhaj Firqatun Najiyah adalah manhaj yang paling luas dalam hal ini. Wallahu A’lam.
(Semua fatwa ini diambil dari kaset Al Qaulul Baligh ‘ala Dzammi Jama’atit Tabligh)
9. Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rohimahulloh
Setelah membawakan pendirian beliau terhadap Ikhwanul Muslimin beliau berkata: “Adapun Jama’ah tabligh, silakan engkau membaca apa yang dituturkan syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al Washshabi, ia berkata:
1. Mereka mengamalkan hadits-hadits dla’if (lemah) bahkan maudlu’ (palsu) serta Laa Ashla Lahu (tidak ada asalnya).
2. Tauhid mereka penuh dengan bid’ah, bahkan dakwah mereka berdasarkan bid’ah. Karena dakwah mereka berdasarkan Al Faqra (kefakiran) yaitu khuruj (keluar). Dan ini diharuskan di setiap bulan 3 hari, setiap tahun 40 hari dan seumur hidup 4 bulan, dan setiap pekan 2 jaulah… jaulah pertama di Masjid yang didirikan shalat padanya dan yang kedua berpindah-pindah. Di setiap hari ada 2 halaqah, halaqah pertama di masjid yang didirikan shalat padanya, yang kedua di rumah. Mereka tidak senang kepada seseorang kecuali bila dia mengikuti mereka. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah bid’ah dalam agama yang tidak diperbolehkan Allah Ta’ala.
3. Mereka berpendapat bahwa dakwah kepada tauhid akan memecah belah ummat saja.
4. Mereka berpendapat bahwa dakwah kepada sunnah juga memecah belah ummat.
5. Pemimpin mereka berkata dengan tegas bahwa: Bid’ah yang bisa mengumpulkan manusia lebih baik daripada sunnah yang memecah belah manusia.
6. Mereka menyuruh manusia untuk tidak menuntut ilmu yang bermanfaat secara isyarat atau terang-terangan.
7. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak bisa selamat kecuali dengan cara mereka. Dan mereka membuat permisalan dengan perahu Nabi Nuh ‘alaihis salam, siapa yang naik akan selamat dan siapa yang enggan akan hancur. Mereka berkata: “Sesungguhnya dakwah kita seperti perahu Nabi Nuh.” Ini saya dengar dengan telinga saya sendiri di Urdun (Yordania –ed) dan Yaman.
8. Mereka tidak menaruh perhatian terhadap tauhid Uluhiyyah dan Asma` was Sifat.
9. Mereka tidak mau menuntut ilmu dan berpendapat bahwa waktu yang digunakan untuk itu hanya sia-sia belaka.” (Dinukil dari kutaib Hadzihi Da’watuna wa ‘Aqidatuna, Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i rohimahulloh hal. 15-17)

Kesesatannya Jamaah Tabligh..!!

Sesatkah Jamaah Tabligh?
Penulis: Al Ustadz Muhammad Ali Ismah Al Medani

Bagi seorang yang ingin mengetahui kesesatan sebuah paham atau kelompok hendaknya dia mengetahui terlebih dahulu mana pemahaman yang benar dan mana pemahaman yang salah. Banyak kita saksikan seseorang kebingungan bila dia mendengar atau membaca pernyataan bahwa : Ini adalah pemahaman yang sesat dan itu adalah pemahaman yang menyeleweng! Mengapa dia bingung. Hal itu terjadi tidak lain karena dia belum mengetahui perkara yang benar dan yang salah. Kebingungan ini tidak hanya melanda orang awam saja. Akan tetapi para pelajar, mahasiswa, dan kalangan intelek pun mengalami hal yang sama. Untuk itu sudah seharusnya seorang itu terlebih dahulu mengetahui kebenaran sehingga bila diajak berbicara tentang firqah-firqah sesat semacam syi’ah, mu’tazilah, jahmiyah, dan lain-lainnya tidak akan merasa heran. Begitu juga berkaitan dengan tema yang akan kita angkat kali ini tentang jamaah tabligh. Sudah semestinya seorang Muslim mempelajari kebenaran yang terdapat pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dan bagaimana sikapnya terhadap jamaah ini.
Sesatkah Jamaah Tabligh?
Tidak diragukan lagi bahwa jamaah tabligh adalah suatu kelompok dakwah yang telah menyebar kemana-mana. Tapi sebenarnya bagaimana jamaah ini bila dilihat dengan kacamata ajaran Islam. Kalau kita menengok sejarahnya, jamaah ini dirintis oleh Muhammad Ilyas Ad Diyobandi Al Jisti Al Kandahlawi kemudian Ad Dahlawi. Dia adalah pendiri jamaah tabligh di India. Dia pula yang merancang dan merumuskan ushulus sittah (enam dasar) ajaran jamaah tabligh. Ini dengan isyarat gurunya, Rasyid Ahmad Kankuhi Ad Diobandi Al Jisti An Naqsyabandi dan Asyraf Ali At Tanuhi Ad Diobandi Al Jisti. (Lihat Al Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama’atit Tabligh oleh Syaikh Hamud At Tuwaijiri halaman 24).
Kemudian dilanjutkan gerakan ini oleh anaknya, Yusuf. Dan pimpinan mereka sekarang adalah In’amul Hasan. (Halaman 7) Jamaah ini dibangun di atas empat jenis tarekat sufi : Jistiyah, Qadiriyah, Sahrawardiyah, dan Naqsyabandiyah. Di atas empat tarekat sufi inilah In’amul Hasan membaiat para pengikutnya yang telah dianggap pantas untuk dibaiat. (Halaman 7-8). Dari sini telah nampak jamaah tabligh tidaklah mendasarkan pemahamannya kepada pemahaman Salaf Shalih sebagai dasar pemahamannya pasti sesat. Dan berikut ini kita akan mendapatkan bukti nyata kesesatan mereka. Penampilan zuhud jamaah tabligh telah menipu sebagian besar kaum Muslimin sehingga ketika ada orang yang menyatakan bahwa mereka adalah kelompok yang sesat tiba-tiba terkejut sambil berkata : “Apakah orang-orang yang zuhud seperti itu sesat dan salah.!” Rupanya, orang-orang seperti ini tidak paham pokok dan dasar Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menilai sesat atau tidaknya suatu kelompok tertentu. Mereka mengukur baik dan buruk hanya dari segi penampilan luar tanpa melihat bagaimana keadaan dalamnya.
Para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah orang yang arif dan bijaksana. Mereka menghukumi kelompok atau perorangan tidaklah berdasarkan hawa nafsu atau karena sakit hati tetapi dengan ilmu dan bukti-bukti otentik yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan semua makhluk. Berapa banyak orang-orang sufi yang berpenampilan sederhana dan zuhud tidak luput dari kritikan dan kecaman pedas dari para ulama. Mereka bisa menipu orang awam tapi jangan harap bisa menipu ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ahli Tarikh Islam, Al Imam Al Hafidh Adz Dzahabi mengomentari tertipunya Al Manshur, seorang khalifah Bani Abbasiyah karena ulah seorang tokoh mu’tazilah, ‘Amr bin ‘Ubaid. Khalifah bersyair :
Semua kalian berjalan dengan perlahan-lahan
Semua kalian memburu buruannya
Kecuali ‘Amr bin ‘Ubaid
Imam Adz Dzahabi berkata : “Dia (Manshur) tertipu dengan kezuhudan dan lagak keikhlasannya hingga dia melupakan kebid’ahannya.” (Lihat Siyar A’lamin Nubala 6/105 dan Naqdur Rijal karya Syaikh Rabi’ halaman 12)
Ushulus Sittah
“Jamaah ini memiliki manhaj yang dijadikan dasar sebagai tempat rujukan yang dinamakan Ushulus Sittah (enam dasar), Ushulus Sittah tersebut berisi :
1. Merealisasikan kalimat thayibah Laa Ilaha Illallah Muhammadar Rasulullah.
2. Shalat dengan khusyu’ dan khudhu’ (penuh ketundukan).
3. Ilmu dan dzikir.
4. Memuliakan kaum Muslimin.
5. Memperbaiki niat dan mengikhlaskannya.
6. Keluar (khuruj) di jalan Allah.
Perhatikanlah wahai para pembaca yang budiman terhadap Ushulus Sittah ini. Kemudian kita lihat apakah mereka berada di atas manhaj yang benar dalam memahami, mempraktikkan, dan mendakwahkan dasar-dasar ini. Sebelum kita membicarakannya, Anda harus mengetahui terlebih dahulu bahwa Ushulus Sittah ini memiliki Kalimat Rahasia. Jika Anda telah mengenalinya akan bisa –dengan ijin Allah– memahami semua pendapat dan gerakan jamaah ini dengan mengembalikan semua ucapan dan perbuatan tersebut kepada Kalimat Rahasia ini. Kalimat Rahasia itu adalah segala sesuatu yang menyebabkan lari atau berselisih antara dua orang maka harus diputus dan dilenyapkan dari manhaj jamaah ini.
Sekarang mari bersama saya membahas dasar yang pertama jamaah ini, yaitu merealisasikan dua kalimat syahadat. Apakah Anda telah mengetahui cara merealisasikan dua kalimat syahadat di atas.
Realisasi dua kalimat syahadat itu adalah dengan cara mewujudkan tiga jenis tauhid, Tauhid Uluhiyah, Rububiyah, dan Asma’ was Sifat. Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alus Syaikh rahmatullah ‘alaihi mengatakan dalam Kitab Fathul Majid halaman 84 :
“Ucapan beliau, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab : ‘Bab Siapa Yang Merealisasikan Tauhid Akan Masuk Surga Tanpa Dihisab. Yaitu tanpa diadzab.’ Saya (Syaikh Abdurrahman) katakan : Merealisasikannya adalah (dengan cara) memurnikan dan membersihkannya dari noda-noda syirik, kebid’ahan, dan kemaksiatan.” Setelah kita memahami makna kalimat tauhid di atas dan Kalimat Rahasia yang ada pada mereka baiklah sekarang kita lihat realisasinya pada jamaah ini. Mereka merealisasikan kalimat ini dengan hanya berbicara sekitar tauhid Rububiyah saja. Mengapa demikian. Karena hal itu tidak sampai menyebabkan terjadinya perpecahan, membuat orang lari, dan berselisih antara dua orang Muslim.
Adapun kalau berbicara tentang tauhid Al Asma’ was Shifat maka akan menyebabkan terjadinya perpecahan, membuat orang lari, dan perselisihan karena di sana ada kelompok asy’ariyah, maturidiyah, jahmiyah, hululiyah, ittihadiyah, dan Salafiyah. Mereka semua berbeda dalam masalah ini. Dan dasar yang dijalani oleh jamaah tabligh dalam Kalimat Rahasia ini bahwa sesuatu yang akan menyebabkan orang lari, perselisihan, dan perpecahan antara dua orang maka harus dibuang dan ditiadakan dari manhaj jamaah ini.
Demikian juga jenis ketiga dari bagian tauhid, yaitu tauhid Uluhiyah maka pembicaraan dalam masalah ini diputus dan ditiadakan karena akan menyebabkan terjadinya perpecahan dan perselisihan karena nanti ada yang Salafi dan ada yang khalafi quburi. Yang pertama (Salafi, pent.) tidak membolehkan seseorang bepergian ke kuburan, shalat di sisinya, (shalat) ke arahnya, thawaf di situ, tawassul dengan orang-orang shalih, istighatsah kepada mereka, dan seterusnya. Berbeda dengan yang kedua (khalafi quburi, pent.), semua hal tadi boleh bahkan yang kita sebutkan tadi adalah intisari agama mereka.
Oleh karena itu wahai saudaraku yang mulia, jika ada di antara mereka yang menerangkan dasar ini tidaklah mereka mengatakan kecuali segala puji bagi Allah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kepada kita, memberi nikmat kepada kita, dan seterusnya yang berkaitan dengan tauhid Rububiyah saja. Kita telah mengetahui bahwa yang namanya ilmu adalah firman Allah, sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, serta ucapan para shahabat, apakah dalam bidang aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan yang lainnya. Mereka menyatakan ilmu itu ada dua, ilmu fadha’il yang berasal dari mereka dan ilmu masa’il yang berasal dari para ulama yang berada di setiap negeri. Setiap orang yang khuruj (keluar berdakwah) bersama mereka hendaknya mengambil (ilmu masa’il) tersebut dari para ulama di negeri masing-masing.
Apakah Anda telah memperhatikan pembagian ini. Dan mengapa mereka membolehkan seseorang berbicara tentang ilmu fadha’il dan melarang berbicara ilmu masa’il bahkan menganjurkan orang yang khuruj bersama mereka untuk mengambil ilmu tersebut dari para ulama di negeri masing-masing. Karena ilmu yang pertama (fadha’il) tidak menimbulkan perpecahan dan perselisihan, berbeda dengan yang kedua yang akan menimbulkan perpecahan.
Dalam perkara amar ma’ruf nahi munkar mereka juga menggunakan senjata Kalimat Rahasia ini. Mestinya amar ma’ruf nahi munkar itu diterapkan dalam semua perkara akan tetapi mereka menerapkannya dalam perkara yang sekiranya tidak menimbulkan perpecahan. Lalu bagaimana mereka mempraktikkannya. Maka jawabnya dengan cara pemaparan, yaitu mereka memaparkan hadits-hadits dan ayat-ayat yang berisi anjuran untuk melaksanakan perbuatan itu atau meninggalkan perbuatan yang dilakukannya tanpa menembus sisi aqidah. Mereka akan mengatakan kepada orang yang meninggalkan shalat –misalnya– :[ “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al Mukminun : 12) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam besabda : “Tidaklah setiap hamba Muslim shalat untuk Allah di setiap harinya dua belas rakaat tathawwu’ bukan fardlu kecuali Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di Surga.” Ini keutamaan shalat yang sunnah maka bagaimana dengan yang fardlu. ]
Oleh karena itu bila ada orang yang bermaksiat ikut khuruj (keluar) bersama mereka ingin merokok maka mereka membolehkannya bahkan membelikan rokok untuknya. Demikian juga peminum arak mereka akan membawakan botolnya. Dan kalau orang itu ingin mencukur jenggotnya mereka akan berikan pisau cukur untuknya atau mereka akan membawanya ke tukang cukur. Mungkin Anda akan berkata : “Ini hanyalah hal-hal yang dilebih-lebihkan saja.” Maka saya katakan : “Semoga Allah memberi hidayah kepadaku dan kepada Anda.” Cerita tidak sama dengan orang yang menyaksikan. Lihatlah buku-buku yang mengkritik mereka, Anda akan dapati perkara yang lebih aneh lagi.
Ketahuilah, mereka memiliki dua pertemuan rutin di malam Selasa dan Rabu. Pertemuan pertama untuk orang-orang yang pulang dari khuruj. Pada pertemuan pertama dihadirkan di hadapan mereka orang-orang yang ingin diberi semangat untuk khuruj bersama mereka atau untuk mempengaruhi mereka. Pertemuan kedua untuk menata khuruj pada waktu Ashar di hari Rabu. Amir pertemuan berkata kepada salah seorang yang telah khuruj –agar yang baru dan para pendengar mengetahui– : “Berapa hari Anda khuruj.” Yang khuruj menjawab: “Saya khuruj selama 4 bulan di jalan Allah.” Sang amir berkata : “Masya Allah! Di mana Anda habiskan semua waktu Anda itu.” Yang khuruj menjawab : “10 hari di negeri-negeri Teluk, 20 hari di belantara Afrika, 1 bulan di Eropa, 1 bulan di Amerika Selatan, 1 bulan di Asia Timur, India, dan Pakistan.” Maka sang amir pertemuan berkata (perhatikan ucapannya) : “Masya Allah! Anda adalah dai dan ketahuilah dai itu seperti awan yang datang ke bumi turun berupa air hujan kemudian menyirami mereka. Berbeda dengan ulama, mereka itu ibarat sumur, jika Anda merasa haus Anda harus menempuh perjalanan sejauh 1 mil untuk mendatangi sumur itu maka Anda akan mati dulu sebelum sampai ke sumur tersebut. Bahkan mungkin Anda tidak bisa minum karena timba yang digunakan untuk mengambilnya tidak ada. Dan kalau Anda ingin minum maka Anda harus datang ke pinggir sumur kemudian menimba dulu baru engkau bisa minum.”
Apakah Anda merasa tergugah –seperti tergugahnya para pendengar cerita itu– yang lebih memuliakan dai dari orang yang alim! Maka akibat dari cerita ini jika salah seorang di antara mereka ingin duduk menuntut ilmu, diceritakanlah kisah ini maka akhirnya diapun ingin menjadi awan saja daripada menjadi sumur! Agar Anda tidak kebingungan setelah membaca kisah ini maka harus diterangkan di sini kekeliruannya. Saya katakan –dengan mengharapkan bimbingan Allah– : Ketahuilah –semoga Allah membimbing kita kepada jalan-jalan kebaikan– bahwa awan yang turun berupa hujan tidaklah menumbuhkan kecuali rerumputan untuk pakan ternak pada umumnya dan hanya menumbuhkan rumput yang bersifat musiman. Bahkan kalau hujan itu turunnya di bumi yang gersang atau tidak pada musimnya, tidak bermanfaat. Dan kadang-kadang awan itu membawa kerusakan dan menimbulkan kehancuran. Berbeda halnya dengan air sumur, dia bisa dijadikan air minunm dan untuk bercocok tanam. Dan biasanya daerah yang ada sumurnya kehidupan di sana lebih bertahan lama karena penduduknya bisa bercocok tanam, minum, memanen hasil tanamannya, dan seterusnya. Dan keberadaan sumur bisa memberi manfaat bagi orang yang tinggal di situ dan bagi orang yang lewat apakah untuk diri mereka, tunggangan mereka, untuk tanaman mereka, dan perbekalan mereka dengan cara disimpan dalam bejana-bejana. Sumur, setiap saat airnya bersih, jernih, dan harum, apakah Anda berpikir untuk meninggalkannya.
Ada kisah lain, mudah-mudahan semakin memperjelas kesesatan jamaah ini. Diceritakan di hadapan para pemula yang ingin menuntut ilmu syar’i bahwa salah seorang di antara mereka berkata : [ “Kemana Anda akan pergi wahai fulan.” Maka yang lain akan menjawab : “Aku akan pergi belajar.” Kemudian orang yang pertama tadi berkata : “Untuk apa.” Yang lain berkata : “Agar aku mengetahui perkara yang halal dan haram.” Yang pertama berkata : “Subhanallah, Anda tidak tahu perkara yang halal dan haram.! Apakah anda tidak mendengar bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Mintalah fatwa kepada hatimu meskipun banyak orang yang memberi fatwa kepadamu.’ Subhanallah, sampai sekarang engkau tidak mengetahui perkara yang halal dan yang haram padahal banyak binatang yang mengerti tentang itu. Apakah Anda tidak melihat kucing ketika Anda letakkan makanan di suatu tempat kemudian Anda pergi dan kembali lagi sebentar setelah itu maka Anda akan lihat dia memakannya dan ketika melihatmu dia akan lari. Berbeda dengan kalau Anda duduk di atas kursi makanmu kemudian Anda letakkan di sebelahmu sesuatu makanan maka dia akan makan dengan tenang di sebelahmu. Pada kasus yang pertama kucing itu tahu bahwa dia terjatuh ke dalam perbuatan yang haram oleh karena itu dia lari. Dan pada kasus yang kedua, dia tahu bahwa makanan yang didapatkannya halal oleh karena itu dia makan bersamamu dengan tenang. Wahai saudaraku, akal kaum Mukminin bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram! Oleh karena itu mintalah fatwa kepada hatimu walau banyak orang yang memberi fatwa kepadamu.!” ]
Maka wahai saudaraku, apakah Anda setuju dengan permisalan seperti itu. Tentunya bagi seorang Muslim dalam menentukan perkara halal/haram dan perkara lain dalam urusan agama ini harus bersandar kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Sebab kalau masing-masing orang diberikan kebebasan menentukan urusan agama ini sekehendaknya sendiri niscaya akan rusak agama yang mulia ini. Adapun perkara minta fatwa kepada hati dalam menentukan suatu permasalahan, hal ini kadang-kadang bisa diterapkan dalam hal-hal yang memang belum jelas urusannya dalam agama ini. Dan tentunya syaratnya dia harus seorang rasikh (mendalam) ilmunya dalam Dien ini dan tidak dikhawatirkan hawa nafsu mempengaruhinya. Diceritakan bahwa salah seorang tabligh berbicara memberikan semangat kepada para pendengarnya untuk khuruj bersama mereka dengan meninggalkan anak, istri, keluarga, harta, negeri, dan lain-lainnya : “Wahai saudaraku, jika Anda meletakkan gula ke dalam gelas teh kemudian Anda tuangkan air dan Anda minum tanpa mengaduk gulanya maka Anda tidak akan merasakan manisnya gula. Dan jika Anda aduk maka akan merasakan manisnya gula. Demikian halnya dengan iman di dalam hati setiap manusia. Iman itu ada dan tidak akan bisa dirasakan manisnya oleh pemiliknya kecuali setelah mengaduknya dengan bergabung dan khuruj bersama jamaah ini.” Saya beranggapan, Anda akan segera membantah kisah ini dengan berkata : “Subhanallah! Jadi iman itu ada di setiap hati manusia.! Hingga di hati-hati orang munafik, kafir, dan murtad!” Dan barangkali Anda akan berkata pula : “Subhanallah! Jadi para ulama, penuntut ilmu, dai, orang awam dari kalangan pria dan wanita tidak akan merasakan manisnya iman bila tidak ikut khuruj dengan kalian.!” Mungkin Anda akan juga berkata : “Subhanallah! Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
‘Tiga perkara, barangsiapa ada pada dirinya tiga perkara itu akan merasakan manisnya iman : Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya, dia mencintai seseorang karena Allah, dan dia benci kembali kepada kekufuran setelah dia diselamatkan Allah darinya sebagaimana dia benci kalau dilemparkan ke dalam neraka.’ (HR. Muslim 1/66)
Terakhir akan saya tutup dengan sebuah kisah bagaimana mereka mempermainkan syariat dan akal para pendengarnya. Amir khuruj membagi kelompoknya pada hari Kamis pagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama, tinggal di masjid membuat halaqah dzikir yang terus berkelanjutan hingga semua kelompok pulang. Kelompok kedua menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3 orang lebih. Tugasnya mengetuk pintu-pintu rumah yang berdekatan dengan masjid dan mengajak mereka untuk hadir dan bergabung dalam kegiatan jamaah ini dan agar mereka menghadiri bayan (penjelasan) yang diadakan setelah Maghrib sampai Isya’. Dan sebelum semuanya berpencar sang amir menceritakan kepada mereka kisah-kisah untuk memberi pelajaran kepada mereka maka dia berkata : “Pernah pada suatu saat sebuah kelompok ke suatu daerah. Setelah mereka dibagi menjadi 2 kelompok berdiamlah kelompok pertama dalam masjid. Dan kelompok kedua keluar mengetuk pintu-pintu rumah. Setiap kali mereka mengetuk pintu, mereka tidak mendapati jawaban yang menyenangkan dan sambutan yang baik. Tetapi mereka terus mengetuk pintu-pintu rumah dan tetap saja tidak disambut dengan baik. Maka ada di antara mereka yang berkata : ‘Periksalah iman kalian, wahai teman-teman!’ Maka merekapun memeriksa iman mereka tapi mereka tidak mendapati cacat (!). Maka salah seorang mereka berkata : ‘Mungkin teman-teman kita yang kita tinggalkan di masjid lalai berdzikir kepada Allah.’ Maka mereka berkata : ‘Marilah kita lihat mereka!’ Maka ternyata mereka dapati teman-teman mereka yang ada di masjid lalai berdzikir kepada Allah. Saudaraku, apa yang terasa di dalam dirimu kalau engkau khuruj bersama mereka kemudian mereka menjadikanmu di halaqah masjid apakah Anda ketika mendengar kisah ini akan lalai dari dzikir kepada Allah. Atau engkau akan berusaha dengan keras agar Allah memberi taufiq kepada teman-temanmu yang di luar hingga mereka membawa hasil.”
Tidak diragukan lagi, inilah terjadi. Terlebih lagi jika si tablighi tadi menyandarkan perbuatannya itu dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa :
“Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah dari beberapa rumah Allah (masjid), membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka kecuali akan turun sakinah (ketenangan) kepada mereka. Dan mereka akan diliputi rahmat, dinaungi malaikat, dan disebut-sebut Allah pada hamba-hamba yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim 4/2074)

Maka menurut mereka, penghuni masjid seperti sumber listrik dan kelompok kedua seperti lampu. Bila bergerak sumber listrik mereka akan hidup. Dan kalau tidak bergerak lampunya akan mati.  Apakah Anda pernah mendengar permisalan seperti ini dan apakah Anda pernah melihat cara berdalil seperti ini! (Quthbiyah oleh Abu Ibrahim halaman 4-12)
Kitab Rujukan Jamaah Tabligh
Syaikh Tuwaijiri berkata : “Kitab yang paling top di kalangan tabligh adalah kitab Tablighin Nishshab yang dikarang oleh salah seorang tokoh mereka yang bernama Muhammad Zakaria Al Kandahlawi. Mereka sangat mengagungkan kitab ini sebagaimana Ahlus Sunnah wal Jamaah mengagungkan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta kitab hadits lain.
Para tablighi (orang tabligh) menjadikan kitab ini sebagai rujukan dan pegangan bagi orang India dan Ajam yang mengikuti mereka. Di dalam kitab ini (Tablighin Nishshab) berisi kesyirikan-kesyirikan, bid’ah-bid’ah, khurafat-khurafat, dan hadits-hadits yang palsu dan lemah yang banyak sekali. Kitab ini sebenarnya adalah kitab yang jelek dan jahat serta sarat dengan fitnah dan kesesatan. Orang-orang tabligh menjadikannya sebagai rujukan untuk menyebarkan kebid’ahan-kebid’ahan dan kesesatan mereka, melariskannya, dan memperindahnya kepada orang-orang yang bodoh yang mereka (orang-orang tabligh -red) lebih sesat dari binatang ternak … .
Dan termasuk juga yang mereka perindah adalah dengan mewajibkan ziarah ke kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam setelah haji. Padahal dalam perkara itu hanya bersandar dengan hadits-hadits yang palsu. Dan orang tabligh memiliki kitab lain yang mereka jadikan sebagai pegangan dan rujukan para pengikut mereka dari kalangan Ajam, India, dan selainnya yaitu kitab yang bernama Hayatush Shahabah karya Muhammad Yusuf Al Kandahlawi. Kitab ini juga sarat dengan hadits-hadits yang palsu dan lemah. Dan ini termasuk kitab yang jahat, sesat, dan berisi fitnah.” (Lihat Al Qaulul Baligh halaman 11-12)

Cara Sholat yang Benar Sesuai Sunnah Nabi: Memandang Tempat Sujud

Tanya Jawab dengan Ulama Besar: Wanita dalam Pandangan Islam

 

Blogger news

Blogroll

About

515 loyal readers
RSS feed | E-mail

Radio Rodja